Sunday, July 11, 2004

Jadi Bego di Malam Pertama?

Jadi Bego di Malam Pertama?

Donny dan Sarah pasangan pengantin baru yang kebetulan dijodohkan oleh kedua orang tuanya. Aneh memang, jaman sekarang masih ada perjodohan, tetapi memang demikian kenyataan yang dihadapi pasangan itu.

Setelah pesta perkawinan dilangsungkan, dan malam pertama mereka lalui. Tak ada tanda-tanda keduanya akan berhubungan badan. Selain perasaan canggung, keduanya tampaknya belum terlalu mengerti tentang urusan esek-esek ini. Maka berlalulah malam pertama itu tanpa ada kenangan apa-apa.

Melihat hal tersebut, maka tampaknya memang pendidikan seks itu perlu diberikan kepada remaja. Selain untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan, pendidikan seks memberi pengetahuan seks kepada mereka yang kurang banyak bergaul seperti Donny dan Sarah. Pandangan bahwa pendidikan seks sangat penting sebenarnya bukan barang baru. Para pakar psikoanalisa awal abad lalu telah lama menegaskan betapa pentingnya pengetahuan seks. Nyatanya, ketidaktahuan tentang masalah seks ini hingga sekarang tetap merupakan persoalan besar dan termanifestasi dalam berbagai bentuk.




Uuh! Bego, salah masuk!
Prinsip keperawanan sebelum menikah dianggap sebagai faktor tidak langsung yang mengakibatkan orang merasa tidak perlu mempelajari masalah-masalah seks ini. Selain itu, adat-istiadat juga cenderung membanjiri dunia seks dengan berbagai tabu dan larangan. Karenanya, bahkan banyak pria dan wanita yang hampir menikah pun sangat takut menghadapi perkawinan. Bahkan tidak jarang muncul fenomena yang dikenal sebagai "perkawinan tak sempurna". Orang telah menikah, tetapi masih perawan karena tidak pernah melakukan sanggama. Dan alasan yang paling utama ialah kebutaan tentang anatomi seks wanita dan bagaimana melakukan koitus.
Masalah ini sering makin rumit dalam masyarakat tradisional, karena umumnya orang menikah karena dijodohkan dan hampir sama sekali tidak kenal satu sama lain ketika naik ke pelaminan. Tidak heran, banyak di antaranya sangat panik pada malam pertama karena tidak tahu apa yang harus dilakukan. Rasa panik ini makin buruk lagi karena mereka tidak tahu harus bertanya kepada siapa.




Ouw!...Masak gak ngerti-ngerti sich!

Menurut pakar, bahkan sebagian orang yang buta seks ini adalah kelompok yang berpendidikan dan sukses. Mereka ini umumnya normal dalam berbagai segi, kecuali ketidaktahuan tentang masalah-masalah seks. Ironisnya, meskipun aliran informasi tentang seks telah tersedia di depan mata lewat internet dengan sekali klik, masih banyak di antaranya bahkan di perkotaan tidak tahu hal-hal yang mendasar tentang seks.
Menurut pakar, akar persoalannya ialah pandangan bahwa hubungan seks hanyalah masalah naluri, sama seperti binatang. Tetapi, katanya, persoalannya sangat berbeda. Masalahnya, semua yang diketahui binatang lewat naluri harus terlebih dulu dipelajari manusia. Memang, dorongan seks sudah tertoreh dalam keinginan biologis manusia. Namun, semua ini perlu lebih dulu dirangsang, disempurnakan, dan diarahkan justru lewat pendidikan. Untuk itulah pendidikan seks formal dan non-formal sangat dibutuhkan.

Bahkan, dikatakan, sesungguhnya pendidikan seks dapat mengatasi berbagai masalah lain yang sering menjadi akar persoalan yang mengganggu kebahagiaan perkawinan. Itulah sebabnya para pakar menganjurkan agar konseling pra-nikah dimanfaatkan. Kadang orang berpikir bahwa semua akan membaik sejalan dengan waktu. Namun, pandangan ini dianggap berbahaya karena sikap menunda-nunda malah akan memperburuk keadaan. Soalnya, kalau dibiarkan, dorongan seks akan hilang perlahan-lahan. Konseling yang dilakukan tepat pada waktunya dapat mengatasi kepedihan perkawinan selama bertahun-tahun. [smd/peh]




No comments: